KISAH RASULULLOH SAW
Sebenarnya ada banyak kisah-kisah
yang mengharukan dalam kehidupan Rasulullah saw. Namun karena keterbatasan ilmu
yang saya miliki, hanya beberapa saja yang saya tahu. Dan diantara
kisah-kisah itu, tersaringlah 3 kisah yang menurut saya sangat mengharukan.
Diantaranya adallaaah:
1. Detik-detik wafatnya Rasulullah
2. Pengalaman pahit di Thoif
3. Umat yang dirindukan Rasulullah
2. Pengalaman pahit di Thoif
3. Umat yang dirindukan Rasulullah
Bagi yang sudah pernah baca
Alhamdulillah…
tapi yang belum pernah,,sangat disarankan untuk membacanya
tapi yang belum pernah,,sangat disarankan untuk membacanya
1. Detik-detik wafatnya Rasulullah
Pagi itu, Rasulullah dengan suara
terbata-bata memberikan petuah: “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada kalian,
Sunnah dan Al-Qur’an.
Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”.
Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala
Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya tengah menahan
detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu
rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang
berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya
masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya
masuk,
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya
baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
dikenang.
Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah
Malaikat Maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.
Malaikat Maut datang menghampiri,
tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian
dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut
ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak
Sanggup melihat Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti
dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka,
para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu” kata Jibril.
Tapi itu semua ternyata tidak membuat
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar
ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah,
aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh
Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut
ini,” ujar Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga
kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar
wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih
Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni
orang-orang lemah diantaramu”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya,
dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah
kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam
jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam jannah-Ku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Maka jatuhlah
tangan Rasulullah, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh
aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.”
Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan:
Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan:
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah
telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam
masjid, karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil
menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan. Adapun Umar bin Khathab berkata:
”Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya
pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah
Abu Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai
sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Rasulullah dan
berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
‘Aisyah berkata: “Maka akupun keluar
dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un,
telah berpulang ke rahmat Allah manusia yang paling mulia, manusia yang paling
kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H
tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari.
Shalawat dan salam selalu tercurah
untuk Nabi tercinta Rasulullah.
Allahumma shali’alla sayyidina wa
mawlana Muhammad….
(www.atjehcyber.net)
2. Pengalaman Pahit di Thaif
Thaif dalam sejarah awal perjuangan
Rasulullah Muhammad SAW memang sangat pahit. Terhitung tiga tahun sebelum
hijrah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan ke Thaif untuk melakukan dakwah dan
mengajak Kabilah Tsaqif masuk Islam.Perjalanan ini dilakukan tidak lama setelah
wafatnya Siti Khadijah pada 619 Masehi dan wafatnya Abu Thalib, pelindung utama
yang juga paman Rasulullah SAW pada 620 Masehi.
Meninggalnya Abu Thalib dan Siti
Khadijah ini yang disegani oleh kaum musyrik Qurais, membuat mereka semakin
berani mengganggu Rasulullah SAW. Oleh karena itu, jika warga kota Thaif mau
menerima Islam, kota ini akan dijadikan tempat berlindung bagi warga muslimin
dari kekejaman kaum musyrikin Makkah. Untuk menghindari penganiayaan yang lebih
berat secara diam-diam dan dengan berjalan kaki, Rasulullah mencoba pergi ke
Thaif untuk meminta pertolongan dan perlindungan. Rasulullah tinggal di Thaif
selama sepuluh hari untuk berdakwah dan meminta perlindungan. Namun, ternyata
penduduk Thaif melakukan penolakan dan memperlakukan Rasulullah dengan kasar.
Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya terluka.
Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membelanya dan
melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu.
Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.
Saat itu, Rasulullah SAW berdoa,“Ya,
Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi
Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah
pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang
berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?
Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”
Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”
Dari do’a ini tentu semua begitu
memahami betapa beratnya cobaan Rasulullah SAW saat itu dalam menghadapi
penganiayaan dengan penuh ridho, ikhlas dan sabar, serta tidak pernah berputus
asa. Seperti sejumlah cerita yang diriwayatkan kembali Ulama Hadist terkenal,
Imam Bukhori dan Muslim dari Asiyah RA (istri kedua Rasulullah SAW). Ia
(Aisyah) berkata, “Wahai Rasulullah SAW, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?“ Jawab Nabi saw, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib.
(Aisyah) berkata, “Wahai Rasulullah SAW, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?“ Jawab Nabi saw, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib.
Lalu aku angkat kepalaku, dan aku
pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata,
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“
Rasulullah SAM melanjutkan.“Kemudian
Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu
berkata, “ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu
terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku
kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa
membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”
Jawab Rasulullah SAW, “Bahkan aku
menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka
generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu
pun.“
Subhanallah..!!
Subhanallah..!!
(abizakii.wordpress.com)
3. Umat yang Dirindukan Rasul
Diriwayatkan dari Abu Jum’ah ra yang
berkata “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam dan ketika itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah ra yang berkata
“Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adakah orang yang lebih baik dari
kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau”. Beliau shallallahu
alaihi wasallam menjawab “Ya ada, yaitu kaum yang akan datang setelah kalian,
yang beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku”. Hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadis no 17017.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan Ad Darimi juz 2 hal 398 hadis no 2744 dengan sanad yang shahih.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan Ad Darimi juz 2 hal 398 hadis no 2744 dengan sanad yang shahih.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu,
diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam duduk menghadap para sahabat.
Kemudian beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?”.
diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam duduk menghadap para sahabat.
Kemudian beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?”.
“Malikat, ya Rasul,” jawab sahabat.
“Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah.
“Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah.
“Kalau begitu, para Nabi ya
Rasulullah” para sahabat kembali menjawab
“Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul.
“Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul.
“Kalau begitu para sahabat-sahabatmu,
ya Rasul”.
“Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah.
“Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah.
Lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam
terdiam sejenak, kemudian dengan lembut beliau bersabda,
“Yang paling menakjubkan imannya,”
ujar Rasul “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman
kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku.
Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa-apa yang
ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu.
Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa
dengan saudara-saudaraku itu.”
Kemudian, Nabi Shallallahu alaihi
wasallam meneruskan dengan membaca surat Al-Baqarah ayat 3,
“Mereka yang beriman kepada yang
gaib, mendirikan shalat, dan menginfakan sebagian dari apa yang Kami berikan
kepada mereka.”
Lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam
bersabda,
“Berbahagialah orang yang pernah
melihatku dan beriman kepadaku” Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengucapkan
itu satu kali.
“Berbahagialah orang yang beriman
kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi Shallallahu alaihi wasallam
mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali.
“Aku sungguh rindu hendak bertemu
dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah seketika membisu.
(mutiarazuhud.wordpress.com)
Komentar
Posting Komentar